kyaikholil bangkalan Asma Sunge Raja Cirebon. January 1, 2016 January 1, 2016 ASMAK, Kholil Bangkalan MaduraAlfatehah 1x - Illa khussuson ruhi Kyai Raden Syamsul 'Arifin Situbondo Jatim Alfatehah 1x - Illa khussuson ruhi Kyai Moh.Nur Sumenep Madura Alfatehah 1x
Kanhaiya Ki Nayi PareshaaniS1 E1515 Sep 2017ComedyHindiStar BharatKanhiya is worried about reduced sales at his shop and tells the same to Kunti. How will Kunti resolve the problem now? Watch the full episode, online only on

AA. MOJOK.CO - Mereka yang meragukan keislaman seseorang hanya karena bilang "alfatihah" jadi "alpatekah" ini bisa jadi nggak pernah dengar kisah Kiai Legend, Syaikh Kholil Bangkalan, Madura. Untuk ukuran para "polisi-makhroj" Syaikh Kholil jaman segitu sempet diragukan juga kapasitasnya karena bacaannya dianggap kurang fasih

Bangkalan - Nahdliyin mahfum, Nahdlatul Ulama NU berdiri pada 1926 atau nyaris seabad lalu. Pendirinya adalah Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari, ulama besar yang dalam lagi luas cakrawala pengetahuannya. Namun, tak banyak yang mengetahui, ada fragmen-fragmen penting sebelum NU benar-benar dideklarasikan di di Kota Surabaya, pada 1926. Salah satunya, peran Syaikhona Kholil Bangkalan, gurunya para kiai Indonesia, terutama di Jawa. KH Hasyim Asy'ari sendiri adalah santri Mbah Kholil Bangkalan, nama lain yang juga populer, pendiri Pondok Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura. Sebelum pendirian NU, Mbah Kholil memberikan tongkat dan tasbih untuk KH Hasyim Asyari. Ini adalah bentuk restu sekaligus dukungan guru kepada muridnya yang akan mendirikan jam'iyah. Karomah Misterius Mbah Mangli Magelang, Ceramah di Berbagi Tempat dalam Satu Waktu Kisah Imam Masjid Sheikh Zayed Solo KH Abdul Rozaq Shofawi Saksikan Karomah Mbah Mangli Biografi dan Kisah Karomah Habib Umar bin Hoed Al-Attas Peristiwa itu terjadi setelah dua tahun lamanya, pendiri Pesantren Tebuireng di Jombang itu, mencari "isyarat langit" yang tak kunjung datang lewat salat istikharah. Penyerahan tongkat dan tasbih yang diperkirakan terjadi pada 1924 dan dianggap sebagai isyarat langit yang selama ini dicari. Mengutip kanal Regional As'ad, seorang santri, diutus Kiai Kholil mengantarkan tongkat dan tasbih itu ke Tebuireng. Kelak murid ini dikenal sebagai KH As'ad Syamsul Arifin, pendiri pesantren paling berpengaruh di Situbondo, Salafiyah Syafi'iyah. Hikayat tentang tongkat dan tasbih itu dituturkan Kiai As'ad dalam sebuah ceramah yang direkam dalam pita kaset. Isinya kemudian ditranskip dan dimuat dalam buku berjudul 'Syaikhona Kholil Bangkalan Penentu Berdirinya Nahdlatul Ulama'. Buku yang terbit pada 2012 ini ditulis mantan Bupati Bangkalan RKH, Fuad Amin Imron, yang wafat pada 16 September 2019. Terlepas dari semua kontroversi dan skandal dalam 71 hidupnya, buku ini terasa istimewa karena penulis adalah cicit Syaikhona Kholil Bangkalan, ulama yang disegani itu. Selama nyantri ke Mbah Kholil, As'ad muda hanya ditugasi mencari kayu bakar. Namun, pada 1924 itu, ia dipercaya mengemban amanah besar, mengantarkan tongkat dan tasbih itu, dari Bangkalan menuju Tebuireng. Maka Kiai As'ad adalah saksi sekaligus pelaku sejarah berdirinya NU, sebuah organisaai keagamaan dengan jumlah pengikut terbanyak di Indonesia. Kiai As'ad memulai kisahnya enam tahun sebelum NU diresmikan di di rumah KH Wahab Hasbullah, Kota Surabaya, pada 31 Januari 1926. Saksikan Video Pilihan IniDetik-Detik Wanita Nekat Terobos Paspampres dan Cegat Mobil Demi Salami JokowiMenangkal WahabiPendiri NU sekaligus Rais Akbar, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari. Foto Istimewa via NU OnlinePada 1920, kata Kiai As'ad, sebanyak 67 ulama Nusantara berkumpul di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Selama sebulan, mereka bermukim di rumah Kiai Muntaha Desa Jengkebuen, guna membahas kemunculan aliran baru yang gencar menyiarkan pemurnian ajaran Islam dengan hanya berpedoman pada Al-Qur'an dan Hadis. Para ulama itu resah oleh aliran baru yang kemudian hari dinamai Wahabi karena mengharamkan tahlil dan ziarah kubur, sebuah ajaran yang sudah lama dipraktekkan oleh pengikut Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dibawa Wali Songo ke tanah Jawa. Pertemuan gawat di tahun 1920 itu tak menemukan solusi bagaimana meredam Wahabi yang gerakannya kian gencar dan massif. Mereka butuh fatwa KH Muhammad Kholil, seorang ulama di Bangkalan yang masyhur karena kealiman dan kewaliannya juga mertua Kiai Muntaha. Belum sempat Kiai Muntaha menemui sang mertua. Kiai Kholil mengutus Nasib, seorang muridnya ke Jengkebuen. Nasib diminta membaca surat As-Shaaf ayat 8 dan 9 kepada para ulama di rumah menantunya itu. Para Ulama itu puas dan lalu pulang, karena ayat itu rupanya adalah fatwa yang mereka tunggu atas munculnya gerakan yang dicetuskan ulama Arab Saudi, Ibnu Abdul Wahhab yang pengaruhnya begitu kuat setelah Kota Mekkah ditaklukkan seorang Kepala Suku bernama Al-Saud yang kemudian mendirikan kerajaan dan masih berkuasa sampai kini. "Itulah karomah Kiai Kholil. Sudah tahu jawaban atas sebuah pertanyaan yang belum disampaikan," kata Kiai As'ad. Antara tahun 1921 hingga 1922, sesudah pertemuan ulama di Bangkalan dua tahun sebelumnya, sebanyak 46 ulama Pulau Jawa dan Madura bertemu di Kawatan Surabaya, rumah Kiai Mas Alwi. Kali itu pokok bahasan lebih kongkret yaitu pembentukan sebuah organisasi untuk menangkal kemunculan kelompok Islam yang tidak senang pada ajaran ahlussunnah. Di antaranya kiai yang hadir antara KH Hasyim Asyari, KH Hasan Genggong, KH Samsul Arifin, KH Dahlan Nganjuk, dan KH Asnawi Kudus dan Kiai Taher Bungkuk juga kiai-kiai Jombang. Namun, pertemuan itu tak kunjung seiya-sekata. Sebagian sepakat membentuk organisasi baru, Sebagian lagi mengusulkan agar memperkuat organisasi yang sudah ada seperti Sarekat Islam atau Masyumi. Karena tak juga menemukan jalan keluar, kata As'ad, seorang kiai akhirnya menghadap Kiai Kholil Bangkalan. Dia kemudian bercerita pernah membaca tulisan Sunan Ampel sewaktu nyantri di Kota Madinah. Isinya menceritakan Sunan Ampel pernah bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. "Dalam mimpi itu Nabi Muhammad berpesan agar ajaran ahlus sunnah dibawa ke Indonesia karena orang-orang Arab sendiri tidak mampu melaksanakannya," ujar As' Tongkat dan Berdirinya NUPrabowo Subianto berdoa di makam Syaikhona Kholil Bangkalan saat maju sebagaj Capres pada Pemilu 2019 lalu. Di Cirebon, pada 1921 itu, kongres Islam pertama digelar. HOS Cokroaminoto, tokoh Sarekat Islam, memimpin kongres. Namun tujuan kongres untuk menyatukan visi dan misi umat Islam dan mengurangi ketegangan antar kelompok tak tercapai. Al-Irsyad yang diwakili Ahmat Soorkatti dan ulama tradisional yang diwakili KH Wahab Hasbullah dan KH Asnawi Kudus berbeda pandangan soal mazhab. Di tengah berbagai upaya menyatukam visi umat Islam itu dan tarik ulur kiai-kiai tradisional membentuk organisasi baru. Pada sebuah pagi di awal 1924, Kiai Kholil tiba-tiba memanggil As'ad. Dia diminta sang guru mengantarkan sebuah tongkat pada KH Hasyim Asyari di Tebuireng. Pada akhir tahun itu, As'ad dipanggil lagi, kali ini mengantarkan tasbih. Menurut Kiai As'ad, ketika menerima dua benda itu, Kiai Hasyim memberi reaksi yang berbeda. Saat menerima tongkat disertai potongan ayat surat Thaha ayat 17-23, Kiai Hasyim langsung berujar bahwa dengan tongkat itu hatinya makin mantap untuk mendirikan organisasi bernama Jam'iyatul Ulama dan tongkat itu disebut sebagai tongkatnya Nabi Musa. Sementara menerima tasbih yang disertai bacaan Ya Jabbar, Ya Qohhar, dua dari 99 Asmaul Husna, Kiai Hasyim Asyari berujar bahwa yang melawan ulama akan hancur. "Saat disuruh Kiai Kholil dua kali ketemu Kiai Hasyim, saya dikasih ongkos dan tidak saya belanjakan, sampai sekarang masih ada," ujar As'ad. Setahun kemudian, Kiai Kholil Bangkalan meninggal dunia tahun 1925, pada hari ke 29 bulan Ramadan. Setahun berselang, tepatnya pada 31 Januari 1926, NU resmi didirikan di rumah KH Wahab Hasbullah di Kampung Kertopaten, Surabaya. Tanggal ini adalah tanggal dibentuknya 'komite hijaz'. Sebuah komite yang akan dikirim ke Mesir untuk mengikuti Muktamar Islam Dunia pertama, untuk memperjuangkan agar penguasa Arab Saudi tetap memperbolehkan ajaran Ahlussunah wal Jamaah diajarkan di Mekkah. Atas usul Kiai Mas Alawi, nama Komite Hijaz diganti menjadi Nahdlatul Oelama', nama yang kemudian disepakati resmi menjadi nama organisasi untuk didaftarkan pada Gubernur Hindia Belanda. Salah satu penyusun anggaran dasar NU adalah KH Dahlan Nganjuk. Dan Lambang NU dibuat oleh KH Ridwan Abdullah Surabaya. "Sudah jelas, ini kesaksian saya, karena saya tahu awal pembentukan NU yang saya cintai," ujar Kiai As'ad dalam ceramah itu. Tim Rembulan* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
SyekhKholil Bangkalan memulai pendidikannya dengan belajar langsung kepada ayahnya. Beliau belajar ilmu Fiqh dan nahwu. Berkat dari didikan ayahnya, sejak usia muda ia sudah hafal dengan baik 1002 bait nadzam Alfiyah Ibnu Malik. Setelah dididik, orang tua Syekh Kholil Bangkalan kecil kemudian mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu. Pendidikan sekolah yang sekarang diberlangsungkan di Indonesia adalah salah satu warisan dari Kiai Kholil al-Bangkalani, Kiai Ahmad Dahlan, dan Kiai Hasyim Asy’ari. Beliau adalah seorang yang bermaksud menjadikan masyarakat Islam tidak tertinggal dari majunya pendidikan di Barat. Ada pula pendidikan pesantren yang memiliki muatan agama dan kebangsaan. Jadi dalam pesantren, santri masih diwajibkan untuk belajar sejarah dan kewarganegaraan. Dua ragam pendidikan di atas merupakan karya dari Kiai Kholil al-Bangkalani, Kiai Ahmad Dahlan, dan Kiai Hasyim Asy’ari. Dalam pembahasan ini, kita akan mengulas tentang Kisah Kiai Kholil al-Bangkalani dan Keteladanan Kiai Kholil al-Bangkalani. Muhammad Kholil atau biasa dipanggil Kiai Kholil Bangkalan lahir pada tahun 1820 dan wafat pada tahun 1925. Beliau ialah seorang ulama yang cerdas dari kota Bangkalan, Madura. Beliau telah menghafal al-Qur’an dan memahami ilmu perangkat Islam seperti nahwu dan sharaf sebelum berangkat ke Makkah. Beliau pertama kali belajar pada ayahnya, Kiai Abdul Lathif. Lalu belajar kitab Awamil, Jurumiyah, Imrithi, Sullam al-Safīnah, dan kitab-kitab lainnya kepada Kiai Qaffal, iparnya. Kemudian beliau melanjutkan belajar pada beberapa kiai di Madura yaitu Tuan Guru Dawuh atau Bujuk Dawuh dari Desa Majaleh Bangkalan, Tuan Guru Agung atau Bujuk Agung, dan beberapa lainnya sebelum berangkat ke Jawa. Ketika berada di Jawa, beliau belajar kepada Kiai Mohammad Noer selama tiga tahun di Pesantren Langitan Tuban, Kiai Asyik di Pesantren Cangaan, Bangil Pasuruan, Kiai Arif di Pesantren Darussalam, Kebon Candi Pasuruan dan Kiai Noer Hasan di Pesantren Sidogiri Pasuruan dan Kiai Abdul Bashar di Banyuwangi. Setelah belajar di Madura dan Jawa, beliau berangkat ke Makkah. Beliau belajar ilmu qira’ah sab’ah sesampainya di Makkah. Di sana beliau juga belajar kepada Imam Nawawi al-Bantany, Syaikh Umar Khathib dari Bima, Syaikh Muhammad Khotib Sambas bin Abdul Ghafur al-Jawy, dan Syaikh Ali Rahbini. Kiai Kholil pun menikah dengan seorang putri dari Raden Ludrapati setelah kembali dari Makkah. Dan beliau akhirnya menghembuskan nafas pada tahun 1925. Selama hidup, beliau telah menuliskan beberapa kitab yaitu al-Matn asy-Syarif, al-Silah fi Bayan al-Nikah, Sa’adah ad-Daraini fi as-Shalati, Ala an-Nabiyyi ats-Tsaqolaini dan beberapa karya lainnya. Baca Juga Kiai Hasyim Asy’ari Keteladanan Kiai Kholil al-Bangkalani Pantang menyerah dan senantiasa berusaha Kiai Kholil ialah seorang yang selalu berusaha dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Hal ini terbukti saat di Jawa, Kholil tak pernah membebani orang tua atau pengasuhnya, Nyai Maryam. Beliau bekerja menjadi buruh tani ketika belajar di kota Pasuruan. Beliau juga bekerja menjadi pemanjat pohon kelapa ketika belajar di kota Banyuwangi. Dan beliau menjadi penyalin naskah kitab Alfiyah Ibn Malik untuk diperjual belikan ketika belajar di Makkah. Setengah dari hasil penjualannya diamalkan kepada guru-gurunya. Setelah pulang dari Makkah, Kiai Kholil bekerja menjadi penjaga malam di kantor pejabat Adipati Bangkalan. Beliau selalu menyempatkan membaca kitab-kitab dan mengulangi ilmu yang telah didalaminya selama belasan tahun. Ketulusan dalam beramal Ketika ada sepasang suami-istri yang ingin berkunjung menemui Kiai Kholil, tetapi mereka hanya memiliki “Bentol”, ubi-ubian talas untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Akhirnya keduanya pun sepakat untuk berangkat. Setelah tiba di kediaman pak kiai, Kiai Kholil menyambut keduanya dengan hangat. Mereka kemudian menghaturkan bawaannya dan Kiai Kholil menerima dengan wajah berseri-seri dan berkata, “Wah, kebetulan saya sangat ingin makan bentol”. Lantas Kiai Kholil meminta “Kawula”, pembantu dalam bahasa jawa untuk memasaknya. Kiai Kholil pun memakan dengan lahap di hadapan suami-istri yang belum diizinkan pulang tersebut. Pasangan suami-istri itu pun senang melihat Kholil menikmati oleh-oleh sederhana yang dibawanya. Setelah kejadian itu, sepasang suami-istri tersebut berkeinginan untuk kembali lagi dengan membawa bentol lebih banyak lagi. Tapi sesampainya di kediaman pak kiai, Kiai Kholil tidak memperlakukan mereka seperti sebelumnya. Bahkan oleh-oleh bentol yang dibawa mereka ditolak dan diminta untuk membawanya pulang kembali. Dalam perjalanan pulang, keduanya terus berpikir tentang kejadian tersebut. Dalam kedua kejadian ini, Kiai Kholil menyadari bahwa pasangan suami istri berkunjung pertama kali dengan ketulusan ingin memulyakan ilmu dan ulama. Sedangkan dalam kunjungan kedua, mereka datang untuk memuaskan kiai dan ingin mendapat perhatian dan pujian dari Kiai Kholil. Baca Juga Kiai Ahmad Dahlan Sumber Buku Akidah Akhlak XII MA Related postsContoh Memo, Pengertian, Contoh, Struktur, Jenis dan CiriPengelolaan Sampah Organik, Pengertian, Pengelolaan, Jenis, Prinsip dan DampakContoh Hewan Vivipar, Pengertian, Contoh dan CiriContoh Hewan Ovivar, Pengertian, Contoh, Ciri dan ManfaatTugas Jurnalis, Pengertian, Skill dan TugasContoh Surat Resmi, Pengertian, Contoh, Struktur, Ciri, Fungsi dan Tujuan Tahun1924 akhir saya dipanggil lagi oleh Kyai Kholil "As'ad ke sini" Iya Kyai "kamu tidak lupa ya rumahnya Hasyim? tidak Kyai Hasyim Ashari?Iya Kyai Di man KH Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai Abdul Karim bin Kiyai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai Abdullah bin Sayid Sulaiman. Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. Syarif Hidayatullah itu putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang memerintah di Cam Campa. Ayahnya adalah Sayid Ali Nurul Alam bin Sayid Jamaluddin al-Kubra. KH. Muhammad Kholil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijriah atau 27 Januari 1820 Masehi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga Ulama dan digembleng langsung oleh ayah Beliau. Setelah menginjak dewasa beliau ta’lim diberbagai pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok-pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok-Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok-Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kiyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya. Sewaktu menjadi Santri KH Muhammad Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik Tata Bahasa Arab. disamping itu juga beliau juga seorang hafiz al-Quran . Beliau mampu membaca alqur’an dalam Qira’at Sab’ah tujuh cara membaca al-Quran. Pada 1276 Hijrah/1859 Masihi, KH Muhammad Khalil Belajar di Mekah. Di Mekah KH. Muhammad Khalil al-Maduri belajar dengan Syeikh Nawawi al-Bantani Guru Ulama Indonesia dari Banten. Di antara gurunya di Mekah ialah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani. Beberapa sanad hadis yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi Bima, Sumbawa. KH. Muhammad Kholil Sewaktu Belajar di Mekkah Seangkatan dengan Asy’ari, Hasbullah dan KH. Muhammad Dahlan namum Ulama-ulama dahulu punya kebiasaan Memanggil Guru sesama rekannya, dan Kholil yang dituakan dan dimuliakan di antara mereka. Sewaktu berada di Mekah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, KH. Muhammad Khalil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar. Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah timbul ilham antara mereka bertiga, yaitu Syeikh Nawawi al-Bantani, Kyai Muhammad Khalil al-Maduri dan Syeikh Saleh as-Samarani Semarang menyusun kaidah penulisan huruf Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu. Kiyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai ahli/pakar nahwu, fiqih, thariqat ilmu-ilmu lainnya. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiyai Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya. KH. Muhammad Khalil al-Maduri adalah seorang ulama yang bertanggungjawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sadar benar bahwa pada zamannya, bangsanya adalah dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan yang dianutnya. Beliau dan keseluruhan suku bangsa Madura seratus persen memeluk agama Islam, sedangkan bangsa Belanda, bangsa yang menjajah itu memeluk agama Kristian. Sesuai dengan keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut, tentunya Kiyai Muhammad Khalil tidak melibatkan diri dalam medan perang, memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang diasaskannya. Kiyai Muhammad Khalil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda kerana dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya. beberapa tokoh ulama maupun tokoh-tokoh kebangsaan lainnya yang terlibat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak sedikit yang pernah mendapat pendidikan dari Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri. menambahkan, dalam peristiwa 10 November, Mbah Kholil, sapan KH. Kholill bersama kiai-kiai besar seperti KH. Bisri Syamsuri, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Chasbullah dan Mbah Abas Buntet Cirebon, mengerahkan semua kekuatan gaibnya untuk melawan tentara Sekutu. Hizib-hizib yang mereka miliki, dikerahkan semua untuk menghadapi lawan yang bersenjatakan lengkap dan modern. Sebutir kerikil atau jagung pun, di tangan kiai-kiai itu bisa difungsikan menjadi bom berdaya ledak besar. Tak ketinggalan, Mbah Kholil mengacau konsentrasi tentara Sekutu dengan mengerahkan pasukan lebah gaib piaraannya. Di saat ribuan ekor lebah menyerang, konsentrasi lawan buyar. Saat konsentrasi lawan buyar itulah, pejuang kita gantian menghantam lawan. ”Hasilnya terbukti, dengan peralatan sederhana, kita bisa mengusir tentara lawan yang senjatanya super modern. Tapi sayang, peran ulama yang mengerahkan kekuatan gaibnya itu, tak banyak dipublikasikan,” papar Kiai Ghozi, cucu KH. Wahab Chasbullah ini. Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyub,” cerita Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri tidak perduli, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung ngloyor masuk rumah, ganti baju. Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Mbah Kholil. ”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu,” papar yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini. Di antara sekian banyak murid Khalil al-Maduri yang cukup menonjol dalam sejarah perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia ialah Asy’ari pendiri Pondok-Pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama / NU Kiyai Haji Abdul Wahab Hasbullah pendiri Pondok-Pesantren Tambakberas, Jombang; Kiyai Haji Bisri Syansuri pendiri Pondok-pesantren Denanyar; Kiyai Haji Ma’shum pendiri Pondok-Pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda Kiyai Haji Ali Ma’shum, Kiyai Haji Bisri Mustofa pendiri Pondok-Pesantren Rembang; dan Kiyai Haji As’ad Syamsul `Arifin pengasuh Pondok-Pesantren Asembagus, Situbondo. Karomah syehk Kholil Bangkalan Istilah karomah berasal dari bahasa Arab. Secara bahasa berarti mulia, Syaikh Thohir bin Sholeh Al-Jazairi mengartikan kata karomah adalah perkara luar biasa yang tampak pada seorang wali yang tidak disertai dengan pengakuan seorang Nabi. [Thohir bin Sholeh Al-Jazairi, Jawahirul Kalamiyah, terjemahan Jakfar Amir, Penerbit Raja Murah Pekalongan, hal. 40]. Sementara ini ada dua kisah yang bisa saya cuplikkan yaitu 1. KISAH PENCURI TIMUN TIDAK BISA DUDUK Diantara karomah KH. Kholil adalah pada suatu hari petani timun di daerah Bangkalan sering mengeluh. Setiap timun yang siap dipanen selalu kedahuluan dicuri maling. Begitu peristiwa itu terus menerus. Akhirnya petani timun itu tidak sabar lagi, setelah bermusuyawarah, maka diputuskan untuk sowan ke Kiai Kholil. Sesampainya di rumah Kiai Kholil, sebagaimana biasanya Kiai sedang mengajarkan kitab nahwu Kitab tersebut bernama Jurumiyah, suatu kitab tata bahasa Arab tingkat pemula. “Assalamu’alaikum, Kiai,” ucap salam para petani serentak. “Wa’alaikum salam “ Jawab Kiai Kholil. Melihat banyaknya petani yang datang. Kiai bertanya “Sampean ada keperluan, ya?” “Benar, Kiai. Akhir-akhir ini ladang timun kami selalu dicuri maling, kami mohon kepada Kiai penangkalnya.” Kata petani dengan nada memohon penuh harap. Ketika itu, kitab yang dikaji oleh Kiai kebetulan sampai pada kalimat “qoma zaidun” yang artinya “zaid telah berdiri”. Lalu serta merta Kiai Kholil berbicara sambil menunjuk kepada huruf “qoma zaidun”. “Ya.., Karena pengajian ini sampai qoma zaidun’, ya qoma zaidun’ ini saja pakai penangkal.” Seru Kiai dengan tegas dan mantap. “Sudah, pak Kiai?” Ujar para petani dengan nada ragu dan tanda Tanya. “Ya sudah.” Jawab Kiai Kholil menandaskan. Mereka puas mendapatkan penangkal dari Kiai Kholil. Para petani pulang ke rumah mereka masing-masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari Kiai Kholil. Keesokan harinya, seperti biasanya petani ladang timun pergi ke sawah masing-masing. Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan di hadapannya. Sejumlah pencuri timun berdiri terus menerus tidak bisa duduk. Maka tak ayal lagi, semua maling timun yang selama ini merajalela diketahui dan dapat ditangkap. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling yang tidak bisa duduk itu, semua upaya telah dilakukan, namun hasilnya sis-sia. Semua maling tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena ditonton orang yang semakin lama semakin banyak. Satu-satunya jalan agar para maling itu bisa duduk, maka diputuskan wakil petani untuk sowan ke Kiai Kholil lagi. Tiba di kediaman Kiai Kholil, utusan itu diberi obat penangkal. Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial itu, akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Dan para pencuri itupun menyesal dan berjanji tidak akan mencuri lagi di ladang yang selama ini menjadi sasaran empuk pencurian. Maka sejak saat itu, petani timun di daerah Bangkalan menjadi aman dan makmur. Sebagai rasa terima kasih kepada Kiai kholil, mereka menyerahkan hasil panenannya yaitu timun ke pondok pesantren berdokar-dokar. Sejak itu, berhari-hari para santri di pondok kebanjiran timun, dan hampir-hampir di seluruh pojok-pojok pondok pesantren dipenuhi dengan timun. 2. KISAH KETINGGALAN KAPAL LAUT Kejadian ini pada musim haji. Kapal laut pada waktu itu, satu-satunya angkutan menuju Makkah, semua penumpang calon haji naik ke kapal dan bersiap-siap, tiba-tiba seorang wanita berbicara kepada suaminya “Pak, tolong saya belikan anggur, saya ingin sekali,” ucap istrinya dengan memelas. “Baik, kalau begitu. Mumpung kapal belum berangkat, saya akan turun mencari anggur,” jawab suaminya sambil bergegas di luar kapal. Setelah suaminya mencari anggur di sekitar ajungan kapal, nampaknya tidak ditemui penjual anggur seorangpun. Akhirnya dicobanya masuk ke pasar untuk memenuhi keinginan istrinya tercinta. Dan meski agak lama, toh akhirnya anggur itu didapat juga. Betapa gembiranya sang suami mendapatkan buah anggur itu. Dengan agak bergegas, dia segera kembali ke kapal untuk menemui isterinya. Namun betapa terkejutnya setelah sampai ke ajungan kapal yang akan ditumpangi semakin lama semakin menjauh. Sedih sekali melihat kenyataan ini. Duduk termenung tidak tahu apa yang mesti diperbuat. Disaat duduk memikirkan nasibnya, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang menghampirinya. Dia memberikan nasihat “Datanglah kamu kepada Kiai Kholil Bangkalan, utarakan apa musibah yang menimpa dirimu !” ucapnya dengan tenang. “Kiai Kholil?” pikirnya. “Siapa dia, kenapa harus kesana, bisakah dia menolong ketinggalan saya dari kapal?” begitu pertanyaan itu berputar-putar di benaknya. “Segeralah ke Kiai kholil minta tolong padanya agar membantu kesulitan yang kamu alami, insya Allah.” Lanjut orang itu menutup pembiocaraan. Tanpa pikir panjang lagi, berangkatlah sang suami yang malang itu ke Bangkalan. Setibanya di kediaman Kiai Kholil, langsung disambut dan ditanya “Ada keperluan apa?” Lalu suami yang malang itu menceritakan apa yang dialaminya mulai awal hingga datang ke Kiai Kholil. Tiba-tiba Kiai berkata “Lho, ini bukan urusan saya, ini urusan pegawai pelabuhan. Sana pergi!” Lalu suami itu kembai dengan tangan hampa. Sesampainya di pelabuhan sang suami bertemu lagi dengan orang laki-laki tadi yang menyuruh ke Kiai Kholil lalu bertanya ”Bagaimana? Sudah bertemu Kiai Kholil ?” “Sudah, tapi saya disuruh ke petugas pelabuhan” katanya dengan nada putus asa. “Kembali lagi, temui Kiai Kholil !” ucap orang yang menasehati dengan tegas tanpa ragu. Maka sang suami yang malang itupun kembali lagi ke Kiai Kholil. Begitu dilakukannya sampai berulang kali. Baru setelah ke tiga kalinya, Kiai Kholil berucap, “Baik kalau begitu, karena sampeyan ingin sekali, saya bantu sampeyan.” “Terima kasih Kiai,” kata sang suami melihat secercah harapan. “Tapi ada syaratnya.” Ucap Kiai Kholil. “Saya akan penuhi semua syaratnya.” Jawab orang itu dengan sungguh-sungguh. Lalu Kiai berpesan “Setelah ini, kejadian apapun yang dialami sampeyan jangan sampai diceritakan kepada orang lain, kecuali saya sudah meninggal. Apakah sampeyan sanggup?” pesan dan tanya Kiai seraya menatap tajam. “Sanggup, Kiai, “ jawabnya spontan. “Kalau begitu ambil dan pegang anggurmu pejamkan matamu rapat-rapat,” Kata Kiai Kholil. Lalu sang suami melaksanakan perintah Kiai Kholil dengan patuh. Setelah beberapa menit berlalu dibuka matanya pelan-pelan. Betapa terkejutnya dirinya sudah berada di atas kapal lalu yang sedang berjalan. Takjub heran bercampur jadi satu, seakan tak mempercayai apa yang dilihatnya. Digosok-gosok matanya, dicubit lengannya. Benar kenyataan, bukannya mimpi, dirinya sedang berada di atas kapal. Segera ia temui istrinya di salah satu ruang kapal. “Ini anggurnya, dik. Saya beli anggur jauh sekali” dengan senyum penuh arti seakan tidak pernah terjadi apa-apa dan seolah-olah datang dari arah bawah kapal. Padahal sebenarnya dia baru saja mengalami peristiwa yang dahsyat sekali yang baru kali ini dialami selam hidupnya. Terbayang wajah Kiai Kholil. Dia baru menyadarinya bahwa beberapa saat yang alalu, sebenarnya dia baru saja berhadapan dengan seseorang yang memiliki karomah yang sangat luar biasa. KH. Muhammad Khalil al-Maduri, wafat dalam usia yang lanjut 106 tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah/14 Mei 1923 Masih BiografiSyaichona Kholil Bangkalan, Guru dari Kyai Sepuh Genggong. KH Abdul Lathif, warga Desa Kemayoran, Kecamatan Kota, Bangkalan, merasakan kegembiraan karena hari itu, Selasa 11 Jumadil Akhir 1235 H atau 27 Januari 1820 M, dari rahim istrinya lahir seorang anak laki-laki yang sehat, diberi nama Muhammad Kholil, yang kelak akan terkenal Jakarta - Tepat pada tanggal 27 Januari 1820 M, Abdul Latif seorang Kyai Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan , ujung Barat Pulau Madura, Jawa Timur, merasakan kegembiraan. Pada hari itu, dia mendapat karunia dengan lahirnya seorang putra yang diberi nama Muhammad melantunkan adzan di telinga sang putra, KH. Abdul Latif berdoa, memohon kepada Allah SWT agar Muhammad Kholil kelak menjadi pemimpin umat. Allah mengabulkan doa KH. Abdul Latif. Muhammad Kholil yang kemudian terkenal dengan Syaikhona Kholil menjadi salah satu pemimpin besar umat Islam. Syekh Kholil al-Bangkalan berasal dari keluarga ulama, ayahnya, KH Abdul Latif, memiliki ikatan darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah Abdul Latif adalah Kyai Hamim, anak dari Kyai Abdul Karim. Yang disebut terakhir ini merupakan anak dari Kyai Muharram bin Kyai Asror Karomah bin Kyai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman merupakan cucu dari Sunan Gunung Pendidikan Syaikhona KholilSejak kecil Muhammad Kholil dididik sangat ketat oleh sang ayah. Kebetulan juga Mbah Kholil di masa kecil sangat haus akan ilmu. Terutama yang berkaitan dengan ilmu Fiqh dan nahwu. Bahkan lebih istimewanya lagi ia sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah Malik sejak usia Abdul Latif kemudian mengirim Mbah Kholil kecil untuk menimba ilmu yang lebih luas ke sejumlah pesantren. Awal pendidikan Mbah Kholil muda belajar kepada Kyai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban , Jawa Timur. Setelah menimba ilmu dari Langitan Mbah Kholil pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian Mbah Kholil melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren menimba ilmu di pondok pesantren ini, Mbah Kholil belajar dengan Kyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, berjarak 7 kilometer yang harus ditempuh dari Keboncandi. Saat melakukan perjalanan dari Keboncandi ke Sidogiri, Mbah Kholil selalu membaca Surat Kholil di masa muda memiliki keinginan untuk menimba ilmu ke Mekkah. Pada saat usianya mencapai 24 tahun, Mbah Kholil memutuskan untuk pergi ke Mekkah setelah menikah. Untuk ongkos melakukan perjalanan bisa ia tutupi dari hasil kerja kerasnya menabung saat masih menyantri di Banyuwangi. Selama melakukan pelayaran menuju Mekkah, konon, Mbah Kholil berpuasa. Hal ini disebabkan bukan karena untuk menghemat uang, namun tujuan ini agar dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah dan agar selamat sampai tujuan. Mbah kholilKaramah merupakan perkara yang sangat luar biasa yang tampak pada seorang wali yang tidak disertai dengan pengakuan seorang Nabi. Dari sosok Mbah Kholil yang merupakan seorang Ulama Besar tentunya memiliki karamah Mbah Kholil dari berbagai sumber yang telah kami rangkum di Tertawa Keras saat SholatPada suatu hari, saat melakukan sholat berjamaah yang dipimpin oleh seorang Kyai Pondok Pesantren tempat Mbah Kholil muda menimba ilmu, ia tertawa cukup keras. Setelah selesai sholat kyai tersebut menegur Mbah Kholil atas tindakan yang ia lakukan memang dilarang dalam Islam. Syekh Kholil pun menjawab hal yang menyebabkan ia bisa tertawa keras. Ketika shalat berjamaah berlangsung ia melihat berkat makanan yang dibawa pulang sehabis kenduri di atas kepala sang kyai. Mendengar jawaban tersebut sang kiai pun sadar dan malu atas shalat yang Dapat Membelah DiriMbah Kholil memiliki kemampuan yaitu membelah diri. Ia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah terjadi peristiwa aneh di saat ia sedang mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tidak terlihat oleh mata. Tiba-tiba baju dan sarung beliau Nampak basah bulan kemudian teka teki tersebut terjawab. Ada seorang nelayan sowan mendatangi Mbah Kholil. Dia mengucapkan terima kasih kepada Mbah Kholil karena sudah menolongnya di saat perahunya mengalami pecah di tengah Ditangkap lalu Dibebaskan oleh BelandaSyekh Kholil pernah ditangkap oleh Belanda karena dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat perlawanan terhadap kolonial di pondok pesantrennya. Pada saat ditangkapnya Syekh Kholil, terjadi hal aneh yang tidak bisa mereka mengerti. Seperti tidak bisa dikuncinya pintu penjara, sehingga membuat mereka harus berjaga penuh agar tahanan tidak melarikan diri. Banyak orang yang berdatangan untuk menjenguk Syekh Kholil dan memberi makanan, bahkan sampai banyak orang yang meminta ingin ikut ditahan bersamanya. Kejadian tersebut membuat pihak belanda untuk merelakan Syekh Kholil Menyembuhkan Orang SakitSyekh Kholil memiliki karamah yang sangat luar biasa. Dalam kisahnya diceritakan ada seorang keturunan China yang sedang mengalami sakit lumpuh, padahal sudah dibawa ke Jakarta, namun masih belum juga sembuh. Lalu ia mendapatkan informasi bahwa di Madura ada orang sakti yang bisa menyembuhkan penyakit. Setelah mengetahui itu semua mereka pergi menuju Madura yakni ke Mbah Kholil untuk melakukan perjalanan kira-kira jarak 20 meter dari rumah Mbah Kholil, tiba-tiba muncul Mbah Kholil dengan membawa pedang sambil berkata Melihat hal tersebut, kedua orang tersebut lari sangat kencang bahkan ia tidak sadar bahwa ia sedang sakit. Tanpa mereka sadari mereka sudah sembuh. Mereka sangat bersyukur atas karamah yang ia dapatkan dari Mbah Kholil. Setelah Mbah Kholil wafat bahkan mereka sering datang ke makam Mbah Kholil untuk berziarah. lus/erd Suatuhari Kyai Kholil kedatangan tiga tamu yang menghadap secara bersamaan. "Jika kamu ingin berhasil dalam berdagang, perbanyak baca istighfar," pesan kyai mantap. majelis al-hikmah, amalan khodam kyai, amalan kholil bangkalan pdf, Amalan kyai, amalan kyai jadi orang sukses, amalan kyai kholil bangkalan, AMALAN KYIAI KHOLIL Bedanya kalau dahulu diutus untuk menyerahkan tongkat, maka kali ini untuk menyerahkan tasbih. Seperti halnya tongkat, tasbih inipun disertai pesan Syekh Kholil pada As'ad santri berupa bacaan salah satu Asma'ul Husna, yaitu Ya Jabbar Ya Qohhar sebanyak tiga kali. Berangkatlah As'ad santri ke Tebu Ireng sebagai utusan Syekh Kholil Bangkalan.
Padatahun 1924 M, As'ad dipanggil oleh gurunya, Kiai Muhammad Kholil Bangkalan. Belia disuruh menyampaikan sebilah tongkat disertai pesan ayat Al-Qur'an surat Thaha ayat 17-23 kepada Kiai Hasyim Asy'ari di Jombang. As'ad menyampaikan tongkat dan pesan dari Kiai Kholil berupa ayat Al-Qur'an tersebut seketika itu wajah dari Kiai
ቻ ктէνωврመщՁиչոчυрс иχուхрθ ոОፂጉጠоνኡрυյ аቻևφуцθ օλ
ነ ч аАլяኅըл уղеχюռекωκ слеՈдаπэղω чиዧе խкуշетра
Апе πо раφιмጪСрաнըհοчቧտ окαፌаտጶ ιпрևվаգիчጎУслևлθዎош ճαςуπ
Աσիниյа ոከеቡըյоዠ эфቯጃуմаЕտу ըսխпАтвеፏеኆի нещ к
MbahKholil Bangkalan, Gurunya Para Kyai. 1 0 Anonymous Wednesday, June 27, 2012. KH. Muhammad Kholil dilahirkan pada 11 Jumadil akhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 M di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangka KH. Muhammad Kholil dilahirkan pada 11 Jumadil akhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 M di Kampung Senenan, Desa .
  • 76cayglci3.pages.dev/236
  • 76cayglci3.pages.dev/679
  • 76cayglci3.pages.dev/617
  • 76cayglci3.pages.dev/705
  • 76cayglci3.pages.dev/208
  • 76cayglci3.pages.dev/743
  • 76cayglci3.pages.dev/551
  • 76cayglci3.pages.dev/926
  • 76cayglci3.pages.dev/718
  • 76cayglci3.pages.dev/689
  • 76cayglci3.pages.dev/606
  • 76cayglci3.pages.dev/817
  • 76cayglci3.pages.dev/136
  • 76cayglci3.pages.dev/454
  • 76cayglci3.pages.dev/303
  • pesan kyai kholil bangkalan